Minggu, 06 Januari 2013

Di bailk karakter pendidikan


Karakter pendidikan dalam lingkungan kehidupan masyarakat sekarang, telah menjadi permasalahan yang sedang hangat dibicarakan, baik itu karakter yang positif maupun karakter yang negatif. Permasalahan-permasalahan yang sedang ditimbulkan  oleh  perilaku anak–anak muda dikarenakan  kurangnya perhatian, pencerahan dan pendampingan oleh sebagian orang dewasa dalam menghadapi modernisasi zaman. dampak   dari kurangnya perhatianm, pencerahan serta pendampingan tanpa disadari oleh para orang tua dan para pendidik menjadi bahan perbincang yang hangat dan meresakan masyarakat. Wacana-wacana untuk mengembalikan perilaku dan kebiasaan kedalam sebuah budaya serta adat-istiadat dari orang tua yang telah diwariskan oleh bangsa kita, baik masalah cara berpakaian, perilaku dalam kehidupan dan dalam  memperlakukan orang  yang lebih tua darinya mulai dibangkitkan.
Dari permasalahan yang sedang semarak diperbincangan oleh sebagian masyarakat  kita, ternyata timbul sebuah perenung. Mengapa didalam kalangan  anak-anak muda sekarang ini ada cenderung mengabaikan nasehat orang tua dan melupakan budaya adat–istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. mengapa hal itu terjadi!  jika mau menulusuri ternya ada kemungkinan salah satu unsur permasalah yang timbul saat ini dikarenakan oleh kebijakkan yang mentah atau dimentahkan karena sebuah prosedur tanpa di sertai penyiapan infrastruktur pendukung kegiatan yang diprogramkan dikalangan masyarakat saat ini. tambah panjangnya serentetan permasalah ini ternya tampa disadari terbentuklah dukung kebijakkan dikalangan pemuka yang idealisme, berapi-api untuk memberikan peningkatan mutu pendidikan, pengetahuan, teknologi pada anak agar mendapat kesempatan masa depan yang cerah kadang-kadang dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan kurang tepat.  Andai kata keinginan- keinginan yang idealis tersebut tidak dikondisikan oleh para pencari prestasi pribadi. Kemungkinan pengaruh perkembangan permasalahan anak yang cenderung mengabaikan karakter bangsa dapat dikurangi. oleh sebab itu bagi kalangan dunia pemerhati penidikan yang merasa terjebak pada pemilihan pembenaran perlu menijau ulang pemikiran yang berkonsentrasi pada tujuan untuk mendapatkan prestasi tercantiknya. mungkin ada suatu harapan sebuah siasat memang diperlukan akan tetapi menjadi suatu budaya yang dipaksakan dengan mengesampingkan pemberi hak yang sama pada salah satu materi pebelajaran yang dianggap sebagai pembelajar yang tidak mendesak dan belum punya arah hasil yang dianggap kurang jelas temtu akan berbalik menjadi sebuah penilaian keangkuhan dan ahkirnya membentuk sikap kemalasan untuk bertindak yang bagi karena yang diagung-agungkan penyelamat dari segala usaha berpakian yang berlebihan. Perlakuan istimewa  dan pemberian formula–formula yang tumpang tindih perlu adanya pendataan yang falit. Pengunaan alokasi waktu kegiatan program pengembangan diri, les formal maupun kegiatan non formal yang diupayakan guna peningkatan sebuah prestasi apakah bentul-betul sebagai upaya peningkatan prentasi! Atau malah sebaiknya program tersebut yang berlarut-larur  lambat-laun menjadikan sebagian kalangan dunia pendidikan tak mampu bergerak karena desarnya aruh penguatan yang dipromosikan sebagai aternatif yang paling ampun. Dampak perkembangan yang samar-samar dalam pandangan mata terlintas sebuah gambaran dari sebagian para pemuka pendidik ketika melihat kecurangan seseorang  yang karena oleh kondisi dan keberadaan suatu daerah yang tak mungkin mengapai ternyata malah dijadikan tolak ukur untuk pembenaran dari sebagian mengisyaratkan penghapusan  norma-norma karakter bangsa, kemudian menyepakati  melakukan sebuah pelanggaran demi sebuah prestasi dan nama baik ketimbang menjadi  seorang olah ragawan yang harus menjujung tinggi sportivitas. Karakter bangsa yang iklas terima hasil telah menjadi bahan ejekan sebagai individu yang tak kreatif dan di beri tanda sebagai tindakan kekonyolan. Gelar demi gelar disematkan pada seseorang  yang mencoba mengurangi penyimpang diberikan sebagai pengianat dari sebuah kebijakan. Tak menutup kemungkinan adanya suatu tindakan intimidasi agar kekuatan pembenaran itu menjadi kebenaran mutlak. Terhajutnnya pandangan budaya karakter kejujuran sebagai sebuah permasalah yang dapat dimaklumi secara nasional menjadi ajang yang sangat subur untuk pencerahan pelaku pendidikan untuk melupakan tanggung jawab pembina moral dan ahkal untuk sementara waktu dikesampingkan, rasa iba akan nasip seseorang yang tidak tahu akan massa datang menjadi alasan untuk memberi peluang melonggarkan tanggung jawab agar semua mau menolerasi terhadap sebuah kenyataan dilapangan. Pembudayaan target 10% berjalan secara pelan-pelan menjadi 30% bahkan 75%  telah berubah menjadi ajang  festifal tahunan yang mau tidak mau harus diikut. Main cantik atau mempercatik  dalam wacana sebuah pembinaan menjadi sebuah tolak ukur yang paling jitu dari  sebagaian kalang pendidik dalam mengembangkan prestasi dijadikan sajian menu yang menarik untuk dinikmati. Memang enak! secara bersama-sama melakukan kesepakatan mencari kamar, tempat, lapangan yang luas untuk menyepakati sebuah kebersamaan. Namun tidak ada salahnya perlu diantisipasi kemungkinan–kemungkinan dan dampak yang terjadi. ”Apakah memang harus dalam setiap pertemuan menyajian hidangan yang  main cantik!”
Jika boleh di ibarat  main cantik sebuah jajan atau minuman berwarna merah, hijau, kuning  temtu menjadi daya tarik yang sangat  kuat bagi kalang yang belum mampu berjalan, berpikir panjang dan merasakan jajan yang berwarna warni ada kemungkinan akan menjadi dampak yang berlalut-lalut terhanyut dalam sebuah kenikmatan yang ujungnya sulit diobati. Dari persembahan menu main cantik kenyatan di lapangan lambat laun telah berlaku pembudayan ambisi keinginan kuat  untuk menuju sebuah keberhasilan tanpa memahami dasar warna baju kedinasan pendidikan.
Pekerjaan rumah yang disampaikan para pembina untuk tampil cantik  bagi pengambil kebijakan tanpa disadari membentuk sebuah pilihan yang terlihat samar-samar perikalu berwarna hijau, dari warna hijau yang diiringi keambisian tak dipungkiri melarut berganti kemerahan yang dipuji sebagai puncak ajang prestasi. Habisnya sebuah prestasi tanpa disadari lahirlah sekelompok tak bersemangat disebagian kalang pendidik untuk membimbing dan mendidik siswa dengan baik.
Pembenaran–pembenaran yang diibaratkan dalam penapsiran sebuah buku rohani memang harus terjadi sebagai pengenapan karyaNya yang angung. Perlakuan pembenaran yang berdasarkan rasio keagamaan rupanya juga menjadi bumbu dan warna yang sangat kuat untuk dinikmati, peberanian–peberanian berdasarkan kebijakan merupakan warna kuat dalam pembentukan budaya guna untuk mematahkan ranting -ranting pendidikan. Kemampuan untuk memahami kebutuhan dengan mengesampingkan massa mendatang dan mengutamakan keinginan yang harus dicapai menjadi lampu kuning unntuk dipertimbangkan bagi semua cabang, ranting, daun, buah. Kehati-hatian cenderung  menjadikan perlaukan tidak seimbang yang akhirnya terjebak pada budaya malu dianggap tidak mampu telah mengubah sebagian oknum mengabaikan norma-norma  agama, budaya dan  karakter bangsa. Pemikiran kebijakan yang rasio dan dirasiokan menjadi hasil yang kadang tidak rasio, namun kenyataan telah menjadi sebuah pilihan yang harus dilakukan para pelaku pendidikan. Banyaknya oknum pejabat yang tidak iklas terima akan hasil kenyataan potensi dasar anak-anaknya memberi penguatan terhadap tuntan untuk memilihan pola pikir yang mengutamakan keinginan dari kebutuhan karakter berbudaya yang baik. Usaha sebagian para orang tua untuk mefasilitasi  anaknya dengan perlengkapan modern seperti daerah lain menjadi sebuah situasi dan kondisi orang lain terjebak dalam kecemburuan yang tak menutup kemungkinan membenntuk wawasan sempit  sehingga berpikir untuk menutamakan tututan keinginan tanpa disertai pembinaan,pendampingan dan pengawasan. Tututan kebutuhan perkembangan teknologiyang serba canggih kadang membuat sebagian orang tua mudah ditermainkan anaknya sendiri. Tuntutan dari sebagian orang tua dengan pemakian peralat pribadi yang modern disekolah menjadi pendukung penanaman sikap pembenrotakan pada diri anak dan masyarakat di sekitarnya.  Kecenderungan sebagai seorang sok phalawan dihadapan anak untuk menuntut hak istimewa dalam kenyataan juga menjadikan penurunan semangat kegiatan pembelajaran. kegiatan pembelajaran retak, patah dikarenakan hasil yang disamar-samarkan dalam kenyataannya dapat terbaca juga oleh semua orang sebagai asalan pembenaran dari sebuah penghargaan atau dipaksakan untuk mendapat penghargaan. Ideal pembenaran-pembenaran dari sebagian kelompok yang harus tampil terdepan mengakibatkan suburnya ladang penyimpangan perilaku yang menghilangkan norma-norma agama, budaya yang mestinya harus dipertahankan telah menjadi barang konsumtif disebagian masyarakat tampa disadari membentuk karater tersendiri.
Kurangnya perhatian yang diakibatkan penciptaan pemodernisasi zaman membuat sebagian kalangan masyarakat bertindak kurang bijaksana dan kurang perhitungan dampak yang kemungkinan akan terjadi dimassa mendatang turut mewarnai pembentukan karakter yang menyimpang dari tujuan pendidikan. Ungkapan ketelembatan untuk mencegah tumbuhnya karakter yang tidak diharapkan secepatnya perlu di carikan solosi dengan menijau kembali materi penddidikan moral dalam diri anak. Pemikiran-pemikiran akan hak pelingungan anak perlu menjadi bahan matateri pembinaan bagi setiap pelaku pendidikan agar bahasa hukum yang sering dijadikan tambang emas oleh lsm tidak menanbah beban tugas pendidik perlu pencerahan sehingga dalam tugas membentuk karakter siswa yang baik pendidik dapat menemukan metode-metode yang dapat menghidari diri kekerasan namun dapa diri siswa mau patut merubah sikap yang lebuh manfaat bagi kehidupan bermasyarakat. tanggung jawab sebagai pelaku kebenaran harus dijauhi dari pembenaran-pembenaran yang hanya mengutungkan teoritis karena individu segan namun hati kecil masih ada ganjalan dihati. Kekeras dalam pembentukkan pemahaman idialisme yang sedang digandrungi dari sebagian banyak orang mestinya harus kita saring karena kaum pendidik adalah kelompok yang seharusnya dapat berlogika yang lebih baik tanpa didasari sebuah emosi, keingin dan gensi sebagai masyarakat yang memilki kesempatan terdepan. Memberikan tauladan pemahaman perilaku yang universal temtunya akan membantu pembentukan pola pikiran yang ilkas tanpa merasa disuapi oleh sebuah kebenaran yang dipaksakan pada semua individu. Logika penanaman pemaham perilaku di masyarakat tradisinal memang sangat jauh diterima oleh kalangan idealisme kerohaniwan dan mulai dijauhi karena takut dihakimi sebagai individu yang tidak memahami pengetahuan agama yang harus memiliki hak terdepan bukan kesempatan paling terbelakang. Semaraknya keinginan sebagian para kalangan orang tua muda yang mengingini anaknya berbalik arah dari dirinya temtu menjadi tantangan pencerahan bagi pendidik untuk membantuk pembentukan karater yang diinginkan semua.   
Dari sejumlah pemikiran-pemikiran telah tersurat maupun tidak tersurat yang muncul harus segera dicari pemecahannya.
Indikator yang mungkin dapat menjadi pertimbangan sebagai solosi pada kaum memerhati penyimpang perilaku anak remaja adalah.
·         Bagaimana langkah memberikan pencerahan terhadap orang tua yang mengingini modernisai pada anaknya namun tidak memahami bagaimana cara membinanya, pendampingannya, pengawasananya dan bagaimana cara memahami dampak yang akan ditimbulkan perlu jadikan ekplorasi pemikiran untuk pembinaan kehidupan berkeluaga. Kami berharap kalangan pemerhatin kehidupan masyarakat mau dengan iklas memfasilitasi pembekalan-pembekalan kaum muda dalam bentuk tulisan yang dapat dipedomani.
·         Bagaimana langkah memberikan pencerahan terhadap orang tua yang menujuk sikap sok pahlawan di depan pendidik dan didepan anaknya! Kenyaman yang sedang dinikmati oleh sebagian keluarga merupakan hak yang tak dapat diusik oleh orang tua temtunya sulit untuk diubah, tanpa di sertai fakta sikap anaknya yang dapat diterima akal. Kebiasan menutup diri untuk menerima pemikiran orang lain dikarena merasa dirinya sebagai kaum yang terpandang, dihormati dimata masyarakat terampas oleh perilaku anak yang dianggapnya sebuah kewajaran dibatasi. kebebasan dalam mendidik anaknya merasa digurui yang akhir menjadi perlawanan dengan mengambil sikap sebagai orang paling tatat hukum. Salah satu solosi yang mungkin dapat digunakan sebagi pengawalan terapi bagi pendidik untuk para orang tua sebelum pembicaran berkembang lebih luas, ada baiknya menyiapkan alat rekaman pembicaran dan memberikan apersepsi menanyakan bagaiman cara yang terbaik mendidik anak-anak yang melakukan penyimpangan-penyimpangan dimata masyarakat kemudian memancing kedalam sebuah kesepakatan baru masuk kepermasalah.    
·         Bagaimana cara menghidari diri pembentukan pengelompokan perilaku yang mencari kesamaan untuk mengesampingkan norma-norma yang benar sementara waktu! Langkah pemutusan dari komonitas kelompok pergaulannya memang  paling efektif namun perlu dipikirkan bagaimana cara mencarikan kesibukan pada anak yang paling dominan  sehingga ada perubahan.
·         Bagiamana langkah yang tepat dalam menjalankan pencerahan terhadap pengembangan sebuah prestasi yang ada dimasyarakat sehingga tidak terkesan mengutamakan keinginan meninggalkan keseimbangan kebutuhan mendesak dengan massa akan datang ! kesalahan yang mungkin tidak disadari dampak dari sebuah kebijaksanakan yang  sementara waktu mengesampingkan kebutuhan massa depan tidak menutup kemungkinan justru akan menjadikan sikap tidak simpatis, tidak semangat dalam memberikan pelayanan kepada orang lain. Usaha pencapaian sebuah prestasi yang dikonsentrasikan pada  sebuah tujuan utama pembalajaran dengan memadukan pemasyarakatan mencari celah permakluman temtunya perlu dikurangi agar dari tahun ketahuan tidak berlarut-larut terjebak dalam kelompok bersikap masa bodoh karena tututan yang berlawanan dengan karakter budaya. Wacana pemutusan satu generasi yang diperdebatkan kalangan pemerhatin pendidikan terasa sulit disepakati karena berdampak penilaian yang memalukan ditenggah prestasi guru yang telah di sertifikasi.
·         Perlukah pencerahan dengan sebuah penghiburan dikalangan pendidik! bahwa yang akan dilakukan telah menjadi kebiasaan disebagian daerah lain sehingga tidak menjadi beban ? Penghiburan memang perlu akan tetapi tidak selayahnya tidak dipromosikan menjadi kebiasan yang dipaksakan sehinnga terkesan tak mau tersentuh oleh norma-norma budaya yang telah diwariskan oleh para orang tua kita. Gelar kesarjanaan dimata masyarakat yang tidak berpendidikan temtunya perlu diperbaiki agar tidak menjadi bahan perenungan dalam sebuah mimpi-mimpi yang memusingkan otak kanan saja. Sistem formal yang telah diposisikan mengalahkan pendidikan pola kerja pada praktek dilapangan perlu dikembalikan agar hasil buah pendidikan formal tetap memiliki pontesi yang membanggakan penguna jasa. Wacana dikalangan penguna jasa sekarang ini hasil dari usaha pendidikan formal malah menambah beban karena tuntutan tingkat pendidikan yang telah diundangkan harus diberikan penghargaan yang tak seimbang dengan potensi kerja dilapangan.  

Terlintas dalam sebuah lukisan 3 bayangan gambaran bahwa hasil pendidikan formal muncul dalam kalangan penguna jasa.

        Penggambaran seorang pria dengan percaya diri tidak segan-segan memalingkan muka kekiri sebagi simbul pekerja yang selalu ingin mecari celah untuk mendapatkan kebebasan bekerja, membesarkan mata kiri sebagai isyarat lebih tahu peluang lain yang dapat dikerjakan jika tuannya dianggap berlebihan dalam membuat aturan, dan berpenampilan dengan makohta  perempuan sebagai simbul pekerja yang harus selalu dimaklumi agar tidak menjadi sebuah perencanaan kejahatan dari pada loyalitas terhadap tuannya.

        Gambaran ke 2 tampil sebagai seoranng perempuan perkerja yang sangat profesional karena     modal pengetahuan kuat namun harus menyerah pada sebuah kehidupan. memanjangkan leher sebagai simbul yang mau belajar untuk meningkatkan potensi kerjanya namun duduk sebagai orang kedua yang kandang harus merasa segam terhadap seniornya sehingga harus menyebunyikan loyalitas terhadap pimpinannya untuk menghirup perilaku seniornya yang kadang mendapat dukungan dari belakang rekan kerjanya. yang pada akhir perjalanan nya tidak memiliki ketegasan, tidak dapat dilakukan pencegahan kecurangan karena kecanggungan dalam komonitas dilingkungan kerjanya.
         Ketiga tampil seorang pekerja keras yang tak pernah bisa berkonsentrasi dalam kerja karana selalu dibanyangi oleh sejumlah harapan orang dan perbadingan dengan rekan kerja yang mendapat peluang kesempatan yang baik tanpa melihat pontesi yang dimiliki. Dukungan perilaku yang dianggap tepat kandang didukung oleh orang tua yang tak dapat menempatkan pontesi anaknya sebagai pekerja yang tidak seimbang dengan kertampilan yang dimiliki dan didapat dalam pendidikan formal.



Tidak ada komentar: