Karakter
pendidikan dalam lingkungan kehidupan masyarakat sekarang, telah menjadi permasalahan
yang sedang hangat dibicarakan, baik itu karakter yang positif maupun karakter yang
negatif. Permasalahan-permasalahan yang sedang ditimbulkan oleh perilaku anak–anak muda dikarenakan kurangnya perhatian, pencerahan dan pendampingan oleh sebagian orang dewasa dalam menghadapi modernisasi zaman. dampak dari kurangnya perhatianm, pencerahan serta pendampingan tanpa
disadari oleh para orang tua dan para pendidik menjadi bahan perbincang yang hangat
dan meresakan masyarakat. Wacana-wacana untuk mengembalikan perilaku dan kebiasaan
kedalam sebuah budaya serta adat-istiadat dari orang tua yang telah diwariskan
oleh bangsa kita, baik masalah cara berpakaian, perilaku dalam kehidupan dan
dalam memperlakukan orang yang lebih tua darinya mulai dibangkitkan.
Dari
permasalahan yang sedang semarak diperbincangan oleh sebagian masyarakat kita, ternyata timbul sebuah perenung. Mengapa
didalam kalangan anak-anak muda sekarang ini ada cenderung mengabaikan nasehat orang tua dan melupakan budaya adat–istiadat yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. mengapa
hal itu terjadi! jika mau menulusuri ternya ada kemungkinan salah
satu unsur permasalah yang timbul saat ini dikarenakan oleh kebijakkan yang
mentah atau dimentahkan karena sebuah prosedur tanpa di sertai penyiapan infrastruktur
pendukung kegiatan yang diprogramkan dikalangan
masyarakat saat ini. tambah panjangnya serentetan permasalah ini ternya tampa disadari terbentuklah dukung kebijakkan dikalangan pemuka yang idealisme, berapi-api untuk
memberikan peningkatan mutu pendidikan, pengetahuan, teknologi pada anak agar mendapat
kesempatan masa depan yang cerah kadang-kadang dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan kurang tepat. Andai kata keinginan-
keinginan yang idealis tersebut tidak dikondisikan oleh para pencari prestasi
pribadi. Kemungkinan pengaruh perkembangan permasalahan anak yang cenderung
mengabaikan karakter bangsa dapat dikurangi. oleh sebab itu bagi kalangan dunia pemerhati penidikan yang merasa terjebak pada pemilihan pembenaran perlu menijau ulang pemikiran yang berkonsentrasi pada tujuan untuk
mendapatkan prestasi tercantiknya. mungkin ada suatu harapan sebuah siasat memang diperlukan akan tetapi menjadi
suatu budaya yang dipaksakan dengan mengesampingkan pemberi hak yang sama pada
salah satu materi pebelajaran yang dianggap sebagai pembelajar yang tidak
mendesak dan belum punya arah hasil yang dianggap kurang jelas temtu akan berbalik menjadi sebuah penilaian keangkuhan dan ahkirnya membentuk sikap kemalasan untuk bertindak yang bagi karena yang diagung-agungkan penyelamat dari segala usaha berpakian yang berlebihan. Perlakuan
istimewa dan pemberian formula–formula yang
tumpang tindih perlu adanya pendataan yang falit. Pengunaan alokasi waktu kegiatan program
pengembangan diri, les formal maupun kegiatan non formal yang diupayakan guna
peningkatan sebuah prestasi apakah bentul-betul sebagai upaya peningkatan prentasi! Atau malah sebaiknya program tersebut yang berlarut-larur lambat-laun menjadikan
sebagian kalangan dunia pendidikan tak mampu bergerak karena desarnya aruh
penguatan yang dipromosikan sebagai aternatif yang paling ampun. Dampak
perkembangan yang samar-samar dalam pandangan mata terlintas sebuah gambaran dari
sebagian para pemuka pendidik ketika melihat kecurangan seseorang yang karena oleh kondisi dan keberadaan suatu
daerah yang tak mungkin mengapai ternyata malah dijadikan tolak ukur untuk
pembenaran dari sebagian mengisyaratkan penghapusan norma-norma karakter bangsa, kemudian
menyepakati melakukan sebuah pelanggaran
demi sebuah prestasi dan nama baik ketimbang menjadi seorang olah ragawan yang harus menjujung
tinggi sportivitas. Karakter bangsa yang iklas terima hasil telah menjadi bahan
ejekan sebagai individu yang tak kreatif dan di beri tanda sebagai tindakan kekonyolan.
Gelar demi gelar disematkan pada seseorang yang mencoba mengurangi penyimpang diberikan
sebagai pengianat dari sebuah kebijakan. Tak menutup kemungkinan adanya suatu
tindakan intimidasi agar kekuatan pembenaran itu menjadi kebenaran mutlak. Terhajutnnya
pandangan budaya karakter kejujuran sebagai sebuah permasalah yang dapat dimaklumi
secara nasional menjadi ajang yang sangat subur untuk pencerahan pelaku
pendidikan untuk melupakan tanggung jawab pembina moral dan ahkal untuk sementara
waktu dikesampingkan, rasa iba akan nasip seseorang yang tidak tahu akan massa
datang menjadi alasan untuk memberi peluang melonggarkan tanggung jawab agar
semua mau menolerasi terhadap sebuah kenyataan dilapangan. Pembudayaan target
10% berjalan secara pelan-pelan menjadi 30% bahkan 75% telah berubah menjadi ajang festifal tahunan yang mau tidak mau harus
diikut. Main cantik atau mempercatik
dalam wacana sebuah pembinaan menjadi sebuah tolak ukur yang paling jitu
dari sebagaian kalang pendidik dalam
mengembangkan prestasi dijadikan sajian menu yang menarik untuk dinikmati.
Memang enak! secara bersama-sama melakukan kesepakatan mencari kamar, tempat,
lapangan yang luas untuk menyepakati sebuah kebersamaan. Namun tidak ada
salahnya perlu diantisipasi kemungkinan–kemungkinan dan dampak yang terjadi. ”Apakah
memang harus dalam setiap pertemuan menyajian hidangan yang main cantik!”
Jika
boleh di ibarat main cantik sebuah jajan
atau minuman berwarna merah, hijau, kuning
temtu menjadi daya tarik yang sangat kuat bagi kalang yang belum mampu berjalan,
berpikir panjang dan merasakan jajan yang berwarna warni ada kemungkinan akan menjadi
dampak yang berlalut-lalut terhanyut dalam sebuah kenikmatan yang ujungnya
sulit diobati. Dari persembahan menu main cantik kenyatan di lapangan lambat
laun telah berlaku pembudayan ambisi keinginan kuat untuk menuju sebuah keberhasilan tanpa
memahami dasar warna baju kedinasan pendidikan.
Pekerjaan
rumah yang disampaikan para pembina untuk tampil cantik bagi pengambil kebijakan tanpa disadari membentuk
sebuah pilihan yang terlihat samar-samar perikalu berwarna hijau, dari warna
hijau yang diiringi keambisian tak dipungkiri melarut berganti kemerahan yang
dipuji sebagai puncak ajang prestasi. Habisnya sebuah prestasi tanpa disadari
lahirlah sekelompok tak bersemangat disebagian kalang pendidik untuk membimbing dan
mendidik siswa dengan baik.
Pembenaran–pembenaran
yang diibaratkan dalam penapsiran sebuah buku rohani memang harus terjadi
sebagai pengenapan karyaNya yang angung. Perlakuan pembenaran yang berdasarkan
rasio keagamaan rupanya juga menjadi bumbu dan warna yang sangat kuat untuk
dinikmati, peberanian–peberanian berdasarkan kebijakan merupakan warna kuat dalam
pembentukan budaya guna untuk mematahkan ranting -ranting pendidikan. Kemampuan
untuk memahami kebutuhan dengan mengesampingkan massa mendatang dan mengutamakan
keinginan yang harus dicapai menjadi lampu kuning unntuk dipertimbangkan bagi
semua cabang, ranting, daun, buah. Kehati-hatian cenderung menjadikan perlaukan tidak seimbang yang
akhirnya terjebak pada budaya malu dianggap tidak mampu telah mengubah sebagian
oknum mengabaikan norma-norma agama,
budaya dan karakter bangsa. Pemikiran
kebijakan yang rasio dan dirasiokan menjadi hasil yang kadang tidak rasio,
namun kenyataan telah menjadi sebuah pilihan yang harus dilakukan para pelaku
pendidikan. Banyaknya oknum pejabat yang tidak iklas terima akan hasil
kenyataan potensi dasar anak-anaknya memberi penguatan terhadap tuntan untuk
memilihan pola pikir yang mengutamakan keinginan dari kebutuhan karakter
berbudaya yang baik. Usaha sebagian para orang tua untuk mefasilitasi anaknya dengan perlengkapan modern seperti
daerah lain menjadi sebuah situasi dan kondisi orang lain terjebak dalam
kecemburuan yang tak menutup kemungkinan membenntuk wawasan sempit sehingga berpikir untuk menutamakan tututan
keinginan tanpa disertai pembinaan,pendampingan dan pengawasan. Tututan
kebutuhan perkembangan teknologiyang serba canggih kadang membuat sebagian orang
tua mudah ditermainkan anaknya sendiri. Tuntutan dari sebagian orang tua dengan
pemakian peralat pribadi yang modern disekolah menjadi pendukung penanaman
sikap pembenrotakan pada diri anak dan masyarakat di sekitarnya. Kecenderungan sebagai seorang sok phalawan
dihadapan anak untuk menuntut hak istimewa dalam kenyataan juga menjadikan
penurunan semangat kegiatan pembelajaran. kegiatan pembelajaran retak, patah
dikarenakan hasil yang disamar-samarkan dalam kenyataannya dapat terbaca juga
oleh semua orang sebagai asalan pembenaran dari sebuah penghargaan atau
dipaksakan untuk mendapat penghargaan. Ideal pembenaran-pembenaran dari sebagian
kelompok yang harus tampil terdepan mengakibatkan suburnya ladang penyimpangan
perilaku yang menghilangkan norma-norma agama, budaya yang mestinya harus
dipertahankan telah menjadi barang konsumtif disebagian masyarakat tampa
disadari membentuk karater tersendiri.
Kurangnya
perhatian yang diakibatkan penciptaan pemodernisasi zaman membuat sebagian
kalangan masyarakat bertindak kurang bijaksana dan kurang perhitungan dampak
yang kemungkinan akan terjadi dimassa mendatang turut mewarnai pembentukan karakter
yang menyimpang dari tujuan pendidikan. Ungkapan ketelembatan untuk mencegah tumbuhnya
karakter yang tidak diharapkan secepatnya perlu di carikan solosi dengan
menijau kembali materi penddidikan moral dalam diri anak. Pemikiran-pemikiran akan
hak pelingungan anak perlu menjadi bahan matateri pembinaan bagi setiap pelaku
pendidikan agar bahasa hukum yang sering dijadikan tambang emas oleh lsm tidak
menanbah beban tugas pendidik perlu pencerahan sehingga dalam tugas membentuk
karakter siswa yang baik pendidik dapat menemukan metode-metode yang dapat
menghidari diri kekerasan namun dapa diri siswa mau patut merubah sikap yang
lebuh manfaat bagi kehidupan bermasyarakat. tanggung jawab sebagai pelaku kebenaran
harus dijauhi dari pembenaran-pembenaran yang hanya mengutungkan teoritis
karena individu segan namun hati kecil masih ada ganjalan dihati. Kekeras dalam
pembentukkan pemahaman idialisme yang sedang digandrungi dari sebagian banyak
orang mestinya harus kita saring karena kaum pendidik adalah kelompok yang
seharusnya dapat berlogika yang lebih baik tanpa didasari sebuah emosi, keingin
dan gensi sebagai masyarakat yang memilki kesempatan terdepan. Memberikan
tauladan pemahaman perilaku yang universal temtunya akan membantu pembentukan
pola pikiran yang ilkas tanpa merasa disuapi oleh sebuah kebenaran yang dipaksakan
pada semua individu. Logika penanaman pemaham perilaku di masyarakat tradisinal
memang sangat jauh diterima oleh kalangan idealisme kerohaniwan dan mulai
dijauhi karena takut dihakimi sebagai individu yang tidak memahami pengetahuan
agama yang harus memiliki hak terdepan bukan kesempatan paling terbelakang.
Semaraknya keinginan sebagian para kalangan orang tua muda yang mengingini
anaknya berbalik arah dari dirinya temtu menjadi tantangan pencerahan bagi
pendidik untuk membantuk pembentukan karater yang diinginkan semua.
Dari
sejumlah pemikiran-pemikiran telah tersurat maupun tidak tersurat yang muncul harus
segera dicari pemecahannya.
Indikator
yang mungkin dapat menjadi pertimbangan sebagai solosi pada kaum memerhati penyimpang
perilaku anak remaja adalah.
·
Bagaimana langkah
memberikan pencerahan terhadap orang tua yang mengingini modernisai pada
anaknya namun tidak memahami bagaimana cara membinanya, pendampingannya,
pengawasananya dan bagaimana cara memahami dampak yang akan ditimbulkan perlu
jadikan ekplorasi pemikiran untuk pembinaan kehidupan berkeluaga. Kami berharap
kalangan pemerhatin kehidupan masyarakat mau dengan iklas memfasilitasi
pembekalan-pembekalan kaum muda dalam bentuk tulisan yang dapat dipedomani.
·
Bagaimana langkah
memberikan pencerahan terhadap orang tua yang menujuk sikap sok pahlawan di
depan pendidik dan didepan anaknya! Kenyaman yang sedang dinikmati oleh sebagian
keluarga merupakan hak yang tak dapat diusik oleh orang tua temtunya sulit
untuk diubah, tanpa di sertai fakta sikap anaknya yang dapat diterima akal.
Kebiasan menutup diri untuk menerima pemikiran orang lain dikarena merasa
dirinya sebagai kaum yang terpandang, dihormati dimata masyarakat terampas oleh
perilaku anak yang dianggapnya sebuah kewajaran dibatasi. kebebasan dalam
mendidik anaknya merasa digurui yang akhir menjadi perlawanan dengan mengambil
sikap sebagai orang paling tatat hukum. Salah satu solosi yang mungkin dapat
digunakan sebagi pengawalan terapi bagi pendidik untuk para orang tua sebelum
pembicaran berkembang lebih luas, ada baiknya menyiapkan alat rekaman
pembicaran dan memberikan apersepsi menanyakan bagaiman cara yang terbaik mendidik
anak-anak yang melakukan penyimpangan-penyimpangan dimata masyarakat kemudian
memancing kedalam sebuah kesepakatan baru masuk kepermasalah.
·
Bagaimana cara
menghidari diri pembentukan pengelompokan perilaku yang mencari kesamaan untuk
mengesampingkan norma-norma yang benar sementara waktu! Langkah pemutusan dari
komonitas kelompok pergaulannya memang paling
efektif namun perlu dipikirkan bagaimana cara mencarikan kesibukan pada anak
yang paling dominan sehingga ada
perubahan.
·
Bagiamana langkah
yang tepat dalam menjalankan pencerahan terhadap pengembangan sebuah prestasi
yang ada dimasyarakat sehingga tidak terkesan mengutamakan keinginan
meninggalkan keseimbangan kebutuhan mendesak dengan massa akan datang !
kesalahan yang mungkin tidak disadari dampak dari sebuah kebijaksanakan
yang sementara waktu mengesampingkan
kebutuhan massa depan tidak menutup kemungkinan justru akan menjadikan sikap
tidak simpatis, tidak semangat dalam memberikan pelayanan kepada orang lain.
Usaha pencapaian sebuah prestasi yang dikonsentrasikan pada sebuah tujuan utama pembalajaran dengan
memadukan pemasyarakatan mencari celah permakluman temtunya perlu dikurangi
agar dari tahun ketahuan tidak berlarut-larut terjebak dalam kelompok bersikap
masa bodoh karena tututan yang berlawanan dengan karakter budaya. Wacana pemutusan
satu generasi yang diperdebatkan kalangan pemerhatin pendidikan terasa sulit
disepakati karena berdampak penilaian yang memalukan ditenggah prestasi guru
yang telah di sertifikasi.
·
Perlukah pencerahan
dengan sebuah penghiburan dikalangan pendidik! bahwa yang akan dilakukan telah
menjadi kebiasaan disebagian daerah lain sehingga tidak menjadi beban ? Penghiburan
memang perlu akan tetapi tidak selayahnya tidak dipromosikan menjadi kebiasan
yang dipaksakan sehinnga terkesan tak mau tersentuh oleh norma-norma budaya
yang telah diwariskan oleh para orang tua kita. Gelar kesarjanaan dimata
masyarakat yang tidak berpendidikan temtunya perlu diperbaiki agar tidak
menjadi bahan perenungan dalam sebuah mimpi-mimpi yang memusingkan otak kanan
saja. Sistem formal yang telah diposisikan mengalahkan pendidikan pola kerja
pada praktek dilapangan perlu dikembalikan agar hasil buah pendidikan formal
tetap memiliki pontesi yang membanggakan penguna jasa. Wacana dikalangan
penguna jasa sekarang ini hasil dari usaha pendidikan formal malah menambah
beban karena tuntutan tingkat pendidikan yang telah diundangkan harus diberikan
penghargaan yang tak seimbang dengan potensi kerja dilapangan.
Terlintas dalam sebuah lukisan 3 bayangan gambaran bahwa hasil pendidikan formal muncul dalam kalangan penguna jasa.
Terlintas dalam sebuah lukisan 3 bayangan gambaran bahwa hasil pendidikan formal muncul dalam kalangan penguna jasa.
Penggambaran
seorang pria dengan percaya diri tidak segan-segan memalingkan muka kekiri
sebagi simbul pekerja yang selalu ingin mecari celah untuk mendapatkan
kebebasan bekerja, membesarkan mata kiri sebagai isyarat lebih tahu peluang
lain yang dapat dikerjakan jika tuannya dianggap berlebihan dalam membuat
aturan, dan berpenampilan dengan makohta
perempuan sebagai simbul pekerja yang harus selalu dimaklumi agar tidak
menjadi sebuah perencanaan kejahatan dari pada loyalitas terhadap tuannya.
Gambaran
ke 2 tampil sebagai seoranng perempuan perkerja yang sangat profesional
karena modal pengetahuan kuat namun
harus menyerah pada sebuah kehidupan. memanjangkan leher sebagai simbul yang
mau belajar untuk meningkatkan potensi kerjanya namun duduk sebagai orang kedua
yang kandang harus merasa segam terhadap seniornya sehingga harus menyebunyikan
loyalitas terhadap pimpinannya untuk menghirup perilaku seniornya yang kadang
mendapat dukungan dari belakang rekan kerjanya. yang pada akhir perjalanan nya
tidak memiliki ketegasan, tidak dapat dilakukan pencegahan kecurangan karena
kecanggungan dalam komonitas dilingkungan kerjanya.
Ketiga
tampil seorang pekerja keras yang tak pernah bisa berkonsentrasi dalam kerja
karana selalu dibanyangi oleh sejumlah harapan orang dan perbadingan dengan
rekan kerja yang mendapat peluang kesempatan yang baik tanpa melihat pontesi
yang dimiliki. Dukungan perilaku yang dianggap tepat kandang didukung oleh
orang tua yang tak dapat menempatkan pontesi anaknya sebagai pekerja yang tidak
seimbang dengan kertampilan yang dimiliki dan didapat dalam pendidikan formal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar